Total Tayangan Halaman

Sabtu, 21 Agustus 2010

Bangga dengan Indonesia

10 Oktober 2009




oleh Seseorang ber-NISN 9928054605/ ber-NPM 1006662004



Tamu itu kini sudah kembali. Kunjungannya membuatku makin mengerti akan makna sebuah semangat rasa cinta tanah air. Yah, mereka adalah pelajar-pelajar Macksville High School, Australia yang kemarin berkunjung ke sekolah kami dalam beberapa hari.



Kunjungannya membuatku tergertak sebagai bangsa Indonesia. Penyambutan yang ala kadarnya namun bernuansa Indonesia mampu membuat beberapa di antara mereka terharu, bahkan menangis. Lalu apa yang membuatku terpukau? Awalnya aku berpikir dalam benak, mereka akan berpakaian ala mereka dengan pakaian semi bugil khas bule. Namun, semuanya meleset. Satu diantara mereka ada yang memakai batik. Batik yang menurut sebagian orang Indonesia kampungan dan hanya cocok dipakai oleh kaum lansia, ternyata dikenakannya dengan bangga. Rasa malu pun menghinggap di benak. Sebenarnya siapa yang orang Indonesia? Mereka atau kita?



Kegiatan pun berlanjut pada sebuah aktivitas untuk mempererat tali kekeluargaan dalam tanding basket dan futsal. Begitu berbaurnya, seakan perbedaan tak melekat di antara mereka. Pertandingan antar dua negara yang sarat akan atmosfer keakraban. Hilang sudah ingatan akan konflik yang pernah bersitegang antara Indonesia-Australia beberapa waktu yang lalu.



Tak sampai di situ, kegiatan mereka dilanjutkan pada membatik, memasak, dan membuat kue keesokan harinya. Aku pun tak tahu banyak seputar kegiatan ini karena lebih bersifat tertutup.



Keesokan harinya, mereka diajak berplesir ke tempat-tempat menarik di Jakarta, seperti Ragunan, Monas, dan Kota Tua Jakarta. Semoga mereka tidak merasa risih akan kabut hitam pekat di atmosfer Jakarta akibat polusi dan lingkungan yang kurang sedap dipandang. Tapi, batin mereka siapa yang tahu. Mungkin saja mereka mempunyai pendapat dan penilaian masing-masing untuk Jakarta, ibukota tercinta.



Sampailah pada hari terakhir mereka di SMA N 1 Tangerang, ditutup dengan sebuah acara perpisahan yang menampilkan kebudayaan dari dua negara. Kebudayaan Indonesia diwakilkan oleh Voice dengan lagu-lagu daerah, tari Saman, dan Marawis. Mereka pun tak kalah untuk unjuk kebolehan dengan berdansa dan menyanyi yang aku pun tak tahu banyak seputar hal itu. Selanjutnya mereka mencoba untuk menari Poco-Poco khas Minahasa. Lucu dan menggelitik. Namun, ada satu diantara mereka yang membuatku kembali merasa malu dengan gerakannya begitu luwes dan gemulai khas Jaipongan dan gerakan patah-patah pinggulnya khas tari Bali. Kembali terlintas di pikiranku, apakah kita bisa segemulai itu dalam membawakan tari khas daerah kita?



Beruntung pula aku diberi kesempatan untuk dapat mewawancarai mereka guna kepentingan Jurnalistik Sekolah. Aku sedapat mungkin berusaha mewawancarainya dengan Bahasa Indonesia. Mereka pun berusaha menjawab dengan Bahasa Indonesia pula, walau akhirnya bilingual juga. Namun, aku mengapresiasi hal ini. Mengapresiasi karena ada seseorang dari mereka yang ingin berkata Bahasa Indonesia, namun sulit sekali dalam pengucapannya. Tak apalah menurutku, yang penting sudah berusaha.



Beberapa pertanyaan dilontarkan dan beragam jawaban pun keluar dari mulut mereka. Tak beragam jawabannya, saat ditanya pendapat mereka tentang Indonesia. Mereka mengemukakan hal senada tentang Indonesia bahwa Indonesia adalah negara yang indah dengan penduduknya yang ramah. Yah, tak ayal kalau jawaban itu yang terucap dari bibir mereka. Toh, dunia telah membuktikan akan keindahan dan keramahan negeri kita. Panorama alam dan senyum sapa Nusantara membuat siapa pun kerasan berlama-lama di sini dan selalu ingin kembali lagi. Kemudian tak lupa aku bertanya kepada mereka, apakah mereka berniat kembali atau tidak. Seakan dipandu mereka menjawab tentu saja. Mereka akan merindukan suasana keakraban dan kekeluargaan, walau beberapa kejadian sempat mencoreng hal ini akibat terorisme.



Makanan khas tak luput dari pertanyaan kami. Nah, untuk yang satu ini beragam jawabannya. Ada yang menyukai satai, mie goreng, nasi campur, cap cay (padahal kan ini asli negara Tiongkok-red), sampai ada yang bilang menyukai pizza (lebih kacau lagi, ini kan asli Italia-red). Tapi, sebenarnya aku merasa belum puas dengan jawaban mereka, belum ada jawaban yang menunjukkan makanan bersifat Indonesiana, kecuali satai. Kemana karedok, rujak cingur, gudeg, coto, pempek? Atau dawet, selendang mayang, bandrek? Mengapa bukan makanan atau minuman itu yang menjadi jawaban atas pertanyaan kami? Mengapa harus ada cap cay dan pizza yang notabene bukan makanan asli Indonesia?



Yang tak luput dari pertanyaanku adalah perihal alasan satu orang diantara mereka memakai batik. Dan jawabannya? Batik memiliki motif yang indah, dan ternyata dia cinta motif batik. Nah lho? Mengapa jadi orang lain yang lebih cinta kebudayaan kita ketimbang kita sendiri? Ada yang salah dengan kebudayaan kita sehingga kita enggan mencintainya? Apakah kita masih menganggap kebudayaan kita konvensional dan menganggap kebudayaan asing jauh lebih modern? Jauhkan pikiran itu! Toh, buktinya orang asing pun mencoba mempelajari budaya kita. Hal ini mengingatkanku pada situasi yang sempat memanas antara dwi-negara, Indonesia-Malaysia perihal pengklaiman budaya kita. Begitu banyak masyarakat Indonesia yang geram akan masalah ini, bahkan chauvinisme menjadi ujungnya. Tindakan sumpah serapah dan berbuntut anarkis menjadi reaksi atas tindakan tidak terpuji negara jiran tersebut. Lantas, apa hanya sampai sini saja? Percuma rasanya kalau hanya dijawab dengan emosi sesaat tanpa diikuti introspeksi diri kita. Sejauh mana kita mencintai budaya kita? Itulah pertanyaan yang pantas untuk diri kita yang tidak mampu menjaga warisan nenek moyang yang tak ternilai harganya.



Pertanyaan terakhir untuk mereka, adakah yang mengecewakan dari Indonesia. Tentu tidak, jawabnya dengan kompak. Indonesia adalah negeri yang ramah, ditambahkannya. Lagi-lagi keramahan menjadi pujian untuk ibu pertiwi. Pertanyaan itu pun menutup serangkaian kegiatan mereka di SMA N 1 Tangerang.



Kunjungan yang singkat, namun terbayar sudah dengan sebuah introspeksi diriku sebagai bagian dari Bangsa Indonesia. Negara yang kaya akan sumber daya, keanekaragaman, alam yang memanjakan mata, budaya yang tak akan habis-habis sampai keramahan yang menjadi daya tarik siapa pun untuk berkunjung. Yah, sebuah anugerah Sang Pencipta yang tak ternilai yang tiada bandingnya di dunia. Sudah sepatutnya kita menjaga dan melestarikannya agar semuanya masih menjadi bagian dari aset Nusantara sekarang, esok, dan selamanya.



Bangsa lain saja bangga dengan Indonesia. Tak ada alasan rasanya untuk tidak bangga dengan Indonesia, negeri tercinta kita. . .



ANDRE SUNANTA / ANDRANTA ANGGRYAWAN

XII PROGRAM ILMU SOSIAL

SMA N 1 TANGERANG

070810003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar