Oleh siswa ber-NISN 9928054605/mahasiswa ber-NPM 1006662004
Kenalkah Anda dengan lirik lagu berikut?
"Tanah airku Indonesia
Negeri elok amat kucinta
Tanah tumpah darahku yang mulia
Yang kupuja sepanjang masa
Tanah airku aman dan makmur
Pulau kelapa yang amat subur
Pulau melati pujaan bangsa
Sejak dulu kala
Melambai-lambai
Nyiur di pantai
Berbisik-bisik
Raja Kelana
Memuja pulau
Nan indah permai
Tanah airku
Indonesia"
Ya, itulah lirik lengkap dari sebuah tembang karya Ismail Marzuki. Lagu yang lazim digunakan sebagai lagu penutup siaran televisi ini mungkin sudah pudar di telinga kita. Namun, tahukah Anda bahwa pada tahun 1940 dan 1950-an lagu ini sering dijadikan sebagai lagu nostalgia untuk WNI yang bermukim di negeri Belanda? Wajar saja, lagu ini memang menceritakan keindahan alam Nusantara, baik flora, kepulauan, maupun pantainya. Sekadar penghapus rasa kangen terhadap tanah air nun jauh di mata.
Saya pribadi kadang terpesona ketika mendengarkan lagu ini sambil melihat suguhan tayangan apik dari stasiun televisi di akhir siarannya. Tayangan yang menggambarkan panorama alam yang indah dan keramahan rakyat yang tak perlu diragukan sampai kebudayaan yang memesona menjadi penutup manis ketika sebuah stasiun TV hendak menutup siaran dini harinya.
Muncul pertanyaan dalam benak, benarkah Indonesiaku sesuai dengan apa yang ada di tayangan tersebut? Saya teringat ketika saya belajar IPS di bangku Sekolah Dasar. Guru saya selalu mengelu-elukan Indonesia, terutama ketika mempelajari kondisi fisik dan budaya Indonesia. Saya sangat suka sekali mendengarkannya. Semuanya terasa menyejukkan telinga. Lain halnya saat belajar sejarah. Saya selalu harus memendam emosi karena kolonialisme dan imperialisme zaman dulu.
Lantas, saya duduk paling depan mendengarkan ucapan demi ucapan dari guru IPS saya. Negeri "Gemah Ripah Loh Jinawi" yang diceritakan oleh guruku memang tak akan pernah habis untuk selalu dibahas.
Masih terekam kuat di otak saya, negara agraris yang pernah diceritakan guruku beberapa tahun yang lalu itu bernama Indonesia. Disebut negara agraris karena mata pencaharian utama negara ini adalah petani. Namun, masih pantaskah gelar itu disandang Indonesia? Lahan pertanian digerus tembok industri, petani terpaksa menjadi buruh dan berurbanisasi, sampai bahan pangan sempat kita mengimpornya, itukah negara agraris yang pernah diceritakan guruku?
Tak hanya negara agraris, sebutan lainnya, yakni negara maritim. Hmm, pantas saja karena sebagian besar wilayah kita adalah lautan. Bahkan, laut bukanlah pemisah, melainkan pemersatu bangsa. Adakah masalah dengan sebutan negara maritim untuk sekarang ini? Bagaimana dengan armada Angkatan Laut kita? Bagaimana dengan kepedulian kita terhadap laut dan kekayaan di dalamnya?
Satu hal keunikan yang dimiliki oleh Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia sejumlah 17.508 pulau. Entah sekarang berkurang atau tidak, mengingat global warming yang kini tengah mengancam. Namun, tetap saja Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara kepulauan terbesar. Anugerah yang tak terkira dari Sang Maha Pencipta. Tak pelak julukan Nusantara yang berarti Kepulauan Antara disandang oleh negara yang berada di jalur lalu lintas perdagangan internasional pada zaman dahulu.
Saya sangat bangga mendengar jumlah yang fantastis pulau-pulau Indonesia yang terhampar dari Sabang sampai Merauke. Hmmm. . Apakah jumlah itu masih cukup valid? Mengingat Sipadan dan Ligitan harus dibagi dengan negara serumpun itu. Bagaimana nasib pulau-pulau terluar kita, terlebih lagi yang tak berpenghuni? Jangan-jangan sudah berkibar bendera negara lain dan diklaim milik negara lain. Atau, mungkin saja sudah terjadi transaksi jual beli atau sewa yang berujung hak milik. Alih-alih demi kepentingan ekonomi guna berinvestasi, namun berujung mengklaimnya. Mengapa harus pihak asing yang mengelola pulau-pulau rentan pindah tangan itu? Mengapa bukan kita-kita saja? Tak adakah daya kita sehingga kita menyerahkan begitu saja kepada pihak luar?
Saya selalu terlena mendengar penjelasan guru IPS-ku, terlebih ketika saya menduduki bangku SMP dan mengenal bidang studi Geografi. Hmmm, rasanya makin cinta pada Indonesia. Negara mana yang berada di garis khatulistiwa, namun memiliki es abadi? Negara mana yang subur karena tanahnya vulkanik, namun memiliki gurun pasir? Negara mana yang kata orang, lautnya tak dijumpai badai dan topan, bahkan dijuluki kolam susu? Hanya negara eks. Majapahit saja yang memiliki semuanya itu. Sungguh anugerah Sang Maha Pemurah yang wajib disyukuri! Negara yang begitu kaya!!
Apakah kita selama ini terlena dengan kekayaan yang kita miliki? Mulai dari flora yang konon memiliki 4.000-an jenis pohon, 1.500-an jenis pakis, dan 5.000-an jenis anggrek, hingga fauna purba yang kini hanya tersisa di Indonesia bernama komodo. Belum lagi, kekayaan barang tambang yang kita miliki. Minyak bumi, gas bumi, batu bara, panas bumi, sumber daya mineral tersebar di bumi pertiwi. Namun, pernahkah kita berpikir untuk menghemat semuanya itu? Menghemat demi anak cucu kita? Atau pernahkah kita berpikir untuk bertindak bijak terhadap kekayaan kita? Ini memang Pekerjaan Rumah juga untuk generasi saya guna mengubah semua pola pikir kita. Jangan pernah berpikir kepentingan ekonomi berada di atas segalanya!
Lanjutan ada di Bagian 2.....
Total Tayangan Halaman
Sabtu, 21 Agustus 2010
PENDEWASAAN DAN KEDEWASAAN
ARSIP 25 APRIL 2009
Menjadi insan yang sempurna memanglah tak gampang. Karena pada hakikatnya insan diciptakan ada kekurangan dan kelebihan. Mungkin ada benarnya kata pepatah, Tak ada gading yang tak retak, Tak ada mawar yang tak berduri. Aku pun menyadari hal itu. Banyaknya kekurangan dan keburukan dalam diri menuntut kita untuk terus bercermin. Bercermin pada pengalaman lampau dan kegagalan masa lalu. Baik menyenangkan maupun menyedihkan. Akan tetapi, itu semua diperlukan guna menuju titian hidup yang lebih baik serta menciptakan harmonisasi kehidupan yang selaras dengan orang yang ada di sekitar. Kehidupan di dunia menuntut semuanya tentang hal itu. Revolusi adalah tahap selanjutnya. Bukan hanya teori dan perenungan untuk menyadari ketidaksempurnaan, tetapi dibutuhkan implementasi. Sebuah bualan kosong kalau semua itu tanpa tindakan. Revolusi yang dimaksud ialah revolusi positif dan revolusi progresif. Berat memang, tetapi itulah kehidupan. Makna kehidupan yang sesungguhnya. Belajar menjadi insan yang dewasa melalui proses pendewasaan untuk mencapai kedewasaan, salah satu contohnya. Karena 17 tahun, bukanlah waktu yang singkat untuk mempelajari kehidupan dan makna penting kedewasaan. 17 tahun bukanlah sebuah perjalanan singkat yang mampu ditempuh dalam sekejap mata, melainkan adanya jatuh bangun serta penuh asam garam. Menjadi insan sempurna di usia 17 tahun merupakan asa yang harus dicapai, kalau tidak mau diberi label sebagai anak kecil. Tugas berat, tetapi inilah kewajiban dan konsekuensi dari Tuhan atas anugerah yang diberikan-Nya hingga dapat bernapas sampai 17 tahun. . .
Selamat Datang 17 Tahun, Pintu Gerbang Pendewasaan dan Kedewasaan Hakiki!
BY ANDRANTA ANGGRYAWAN a.k.a ANDRE SUNANTA. . .
Menjadi insan yang sempurna memanglah tak gampang. Karena pada hakikatnya insan diciptakan ada kekurangan dan kelebihan. Mungkin ada benarnya kata pepatah, Tak ada gading yang tak retak, Tak ada mawar yang tak berduri. Aku pun menyadari hal itu. Banyaknya kekurangan dan keburukan dalam diri menuntut kita untuk terus bercermin. Bercermin pada pengalaman lampau dan kegagalan masa lalu. Baik menyenangkan maupun menyedihkan. Akan tetapi, itu semua diperlukan guna menuju titian hidup yang lebih baik serta menciptakan harmonisasi kehidupan yang selaras dengan orang yang ada di sekitar. Kehidupan di dunia menuntut semuanya tentang hal itu. Revolusi adalah tahap selanjutnya. Bukan hanya teori dan perenungan untuk menyadari ketidaksempurnaan, tetapi dibutuhkan implementasi. Sebuah bualan kosong kalau semua itu tanpa tindakan. Revolusi yang dimaksud ialah revolusi positif dan revolusi progresif. Berat memang, tetapi itulah kehidupan. Makna kehidupan yang sesungguhnya. Belajar menjadi insan yang dewasa melalui proses pendewasaan untuk mencapai kedewasaan, salah satu contohnya. Karena 17 tahun, bukanlah waktu yang singkat untuk mempelajari kehidupan dan makna penting kedewasaan. 17 tahun bukanlah sebuah perjalanan singkat yang mampu ditempuh dalam sekejap mata, melainkan adanya jatuh bangun serta penuh asam garam. Menjadi insan sempurna di usia 17 tahun merupakan asa yang harus dicapai, kalau tidak mau diberi label sebagai anak kecil. Tugas berat, tetapi inilah kewajiban dan konsekuensi dari Tuhan atas anugerah yang diberikan-Nya hingga dapat bernapas sampai 17 tahun. . .
Selamat Datang 17 Tahun, Pintu Gerbang Pendewasaan dan Kedewasaan Hakiki!
BY ANDRANTA ANGGRYAWAN a.k.a ANDRE SUNANTA. . .
Betawi yang Tercecer di Jalan
Tahukah Anda bahwa Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat dahulu bernama Miyako pada zaman Jepang dan Nasau Boulevard pada zaman Belanda? Tahukah Anda juga bahwa Jalan R. P. Suroso adalah pengganti Gondangdia yang melegenda, atau Jalan Proklamasi kini, dahulu adalah tempat memelihara (angon) angsa alias Jalan Pegangsaan?
Belanda tak segarang bangsa kita dalam hal gonta ganti nama jalan. Mereka hanya mengarang untuk jalan baru. Sebutan lokal, seperti Menteng, Salemba, dan Angke dipertahankan. Di Eropa yang kaya tradisi, nama jalan memang haram diganti, apalagi jika bernilai historis tinggi.
Jakarta tempo doeloe alias Batavia kuno berawal dari Kota dengan pengertian "kota lama". Meski bukan lagi ungkapan resmi, nama Kota tetap dilestarikan sopir dan kondektur angkutan umum yang mencantumkannya dalam nama trayek semisal jurusan Senen-Kota.
Di bekas hunian awal VOC di Pasar Ikan, ada daerah yang disebut Kota Intan. Lengkap dengan menara syahbandar dan jembatan yang menghubungkan bekas benteng Belanda dan Inggris. Apakah itu dulu tempat menambang intan? Bukan. Nama itu ngetop lantaran Belanda suka mengibaratkan keindahan bastion (bagian dari benteng) dengan batu permata, seperti safir, intan, rubi, atau mutiara.
Di dekatnya terdapat masjim tua Luar Batang. Ada versi yang menyebutkan, nama itu terkait dengan batang pohon tua yang dipalangkan di muara Sungai Ciliwung saban malam untuk mencegah keluar masuknya perahu tanpa membayar pajak. Namun menurut cerita lain, nama itu berasal dari seorang ulama legendaris Jakarta, Sayid Husein bin Abubakar Alaydrus. Keinginan sang Habib mendirikan mesjid di Batavia ditolak VOC. Karena itu, ia pun mendirikan bangunan ibadah di sebuah atol di luar Batavia. Lokasinya biasa menjadi tempat tambatan perahu, penduduk setempat mengistilahkannya Luar Batang. Perhitungan sang Kyai tepat, atol itu lambat laun menyatu dengan daratan. Kini, masjid buatan tahun 1739 itu masuk wilayah Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara.
Soal tempat hiburan. Sebelum ada Taman Impian Jaya Ancol, tempat rekreasi paling terkenal adalah Sampur, Tanjung Priok. Pada hari libur, pengunjungnya membludak. Nama Sampur diambil dari kata zandvoort. Belakangan diketahui sebutan serupa ada di negeri Belanda untuk tempat pemandian yang elok.
Dekat Stasiun Kota, terdapat pusat perdagangan Mangga Dua. Siapa menyangka sejak abad ke-18, wilayah itu sudah menjadi pusat hiburan. Mangga Dua sendiri mulanya tidak bernama. Penduduk setempat menamainya Mangga Dua karena di sana tumbuh sepasang pohon mangga.
Trade mark Kota sekarang, Glodok, konon sudah didiami pemukim Cina jauh sebelum J. P. Coen datang sekitar awal abad ke-17. Setelah pemberontakan besar orang Cina tahun 1740 dengan korban sekitar 10.000-an orang, Glodok resmi menjadi pecinan. Pasca pemberontakan orang Cina tidak boleh lagi tinggal di Batavia. Jadi, Glodok sebenarnya merupakan areal pengungsian.
Ada yang bilang, kata Glodok berhubungan dengan rerumputan bernama krokot yang banyak tumbuh di daerah itu. Namun, versi lain menyangkalnya. Nama krokot lebih mungkin memunculkan nama Krekot (Pasar Baru) dan Krukut (pemukiman Arab). Adapun Glodok, sering juga disebut "Pancoran", dulunya tempat menjernihkan air. Proses mengambil air dari pancuran namanya grodjok. Sesuai lidahnya, orang Cina melafalkannya menjadi Glodok.
Perlawanan pemukiman Cina berdampak juga di tempat lain. Di Jatinegara, ada kampung bernama Rawa Bangke, konon bekas tempat pembuangan mayat para pemberontak. Pemberontak yang lolos sebagian kabur ke Tangerang, melahirkan daerah "Cina Benteng" dan sebuah perkampungan baru Mauk, dari nama pemimpinnya Ma Uk.
Masih di sekitar Kota, ada nama kampung berlatarbelakang kisah tragis seorang Indo Jerman-Thailand, Pieter Erberveldt. Pada tahun 1722, VOC menangkap Pieter yang dianggap membahayakan pemerintah Belanda di Batavia. Walaupun tuduhan pemberontakan tidak terbukti, Pieter tetap dihukum mati. Kaki dan tangannya masing-masing diikat pada empat kuda yang berlari keempat arah yang berbeda. Bisa Anda bayangkan akibatnya. Tempat luluhlantaknya tubuh Pieter dikenal sebagai Kampung Pecah Kulit (sekarang sekitar Jalan P. Jayakarta).
Belanda tak segarang bangsa kita dalam hal gonta ganti nama jalan. Mereka hanya mengarang untuk jalan baru. Sebutan lokal, seperti Menteng, Salemba, dan Angke dipertahankan. Di Eropa yang kaya tradisi, nama jalan memang haram diganti, apalagi jika bernilai historis tinggi.
Jakarta tempo doeloe alias Batavia kuno berawal dari Kota dengan pengertian "kota lama". Meski bukan lagi ungkapan resmi, nama Kota tetap dilestarikan sopir dan kondektur angkutan umum yang mencantumkannya dalam nama trayek semisal jurusan Senen-Kota.
Di bekas hunian awal VOC di Pasar Ikan, ada daerah yang disebut Kota Intan. Lengkap dengan menara syahbandar dan jembatan yang menghubungkan bekas benteng Belanda dan Inggris. Apakah itu dulu tempat menambang intan? Bukan. Nama itu ngetop lantaran Belanda suka mengibaratkan keindahan bastion (bagian dari benteng) dengan batu permata, seperti safir, intan, rubi, atau mutiara.
Di dekatnya terdapat masjim tua Luar Batang. Ada versi yang menyebutkan, nama itu terkait dengan batang pohon tua yang dipalangkan di muara Sungai Ciliwung saban malam untuk mencegah keluar masuknya perahu tanpa membayar pajak. Namun menurut cerita lain, nama itu berasal dari seorang ulama legendaris Jakarta, Sayid Husein bin Abubakar Alaydrus. Keinginan sang Habib mendirikan mesjid di Batavia ditolak VOC. Karena itu, ia pun mendirikan bangunan ibadah di sebuah atol di luar Batavia. Lokasinya biasa menjadi tempat tambatan perahu, penduduk setempat mengistilahkannya Luar Batang. Perhitungan sang Kyai tepat, atol itu lambat laun menyatu dengan daratan. Kini, masjid buatan tahun 1739 itu masuk wilayah Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara.
Soal tempat hiburan. Sebelum ada Taman Impian Jaya Ancol, tempat rekreasi paling terkenal adalah Sampur, Tanjung Priok. Pada hari libur, pengunjungnya membludak. Nama Sampur diambil dari kata zandvoort. Belakangan diketahui sebutan serupa ada di negeri Belanda untuk tempat pemandian yang elok.
Dekat Stasiun Kota, terdapat pusat perdagangan Mangga Dua. Siapa menyangka sejak abad ke-18, wilayah itu sudah menjadi pusat hiburan. Mangga Dua sendiri mulanya tidak bernama. Penduduk setempat menamainya Mangga Dua karena di sana tumbuh sepasang pohon mangga.
Trade mark Kota sekarang, Glodok, konon sudah didiami pemukim Cina jauh sebelum J. P. Coen datang sekitar awal abad ke-17. Setelah pemberontakan besar orang Cina tahun 1740 dengan korban sekitar 10.000-an orang, Glodok resmi menjadi pecinan. Pasca pemberontakan orang Cina tidak boleh lagi tinggal di Batavia. Jadi, Glodok sebenarnya merupakan areal pengungsian.
Ada yang bilang, kata Glodok berhubungan dengan rerumputan bernama krokot yang banyak tumbuh di daerah itu. Namun, versi lain menyangkalnya. Nama krokot lebih mungkin memunculkan nama Krekot (Pasar Baru) dan Krukut (pemukiman Arab). Adapun Glodok, sering juga disebut "Pancoran", dulunya tempat menjernihkan air. Proses mengambil air dari pancuran namanya grodjok. Sesuai lidahnya, orang Cina melafalkannya menjadi Glodok.
Perlawanan pemukiman Cina berdampak juga di tempat lain. Di Jatinegara, ada kampung bernama Rawa Bangke, konon bekas tempat pembuangan mayat para pemberontak. Pemberontak yang lolos sebagian kabur ke Tangerang, melahirkan daerah "Cina Benteng" dan sebuah perkampungan baru Mauk, dari nama pemimpinnya Ma Uk.
Masih di sekitar Kota, ada nama kampung berlatarbelakang kisah tragis seorang Indo Jerman-Thailand, Pieter Erberveldt. Pada tahun 1722, VOC menangkap Pieter yang dianggap membahayakan pemerintah Belanda di Batavia. Walaupun tuduhan pemberontakan tidak terbukti, Pieter tetap dihukum mati. Kaki dan tangannya masing-masing diikat pada empat kuda yang berlari keempat arah yang berbeda. Bisa Anda bayangkan akibatnya. Tempat luluhlantaknya tubuh Pieter dikenal sebagai Kampung Pecah Kulit (sekarang sekitar Jalan P. Jayakarta).
Referensi Situs Beasiswa
www.rumahbeasiswa.com
www.milisbeasiswa.com
http://www.facebook.com/l.php?u=http%3A%2F%2Fwww.educationuk.org%2Fscholarship&h=1e806
http://asia.groups.yahoo.com/group/beasiswa-kerja
www.delidn.ec.europa.eu
www.funding-guide.de
www.humboldt-foundation.de
www.infobeasiswa.net
www.panasonic.co.id
www.uce.ac.uk/web2/international/scholarship.html
www.beasiswaterbaru.wordpress.com
www.edu-articles.com
www.beasiswa.us
www.asiaseed-institute.com/AFY
www.jakarta.daad.de/inhalt_i/index_i.htm
www.college-scholarship.com/100college.html
www.id.emb-japan.go.jp/top_id.html
www.nus.edu.sg
www.asianscholarship.org
[Tautan telah dihapus]
www.ntu.edu.sg/publicportal
www.gates.scholarship.cam.ac.uk/index.html
www.services.unimelb.edu.au/scholarship
www.adb.org/JPS/default.asp
www.beasiswa-ppihiro.tripod.com/index.html
www.physik.uni-hannover.de/contact/index.html.de
www.ubd.edu.bn
www.monashaward.org/home.asp
[Tautan telah dihapus]
www.ssrc.org/fellowships
www.watsonfellowship.org/site/index.html
www.udall.gov
www.milisbeasiswa.com
http://www.facebook.com/l.php?u=http%3A%2F%2Fwww.educationuk.org%2Fscholarship&h=1e806
http://asia.groups.yahoo.com/group/beasiswa-kerja
www.delidn.ec.europa.eu
www.funding-guide.de
www.humboldt-foundation.de
www.infobeasiswa.net
www.panasonic.co.id
www.uce.ac.uk/web2/international/scholarship.html
www.beasiswaterbaru.wordpress.com
www.edu-articles.com
www.beasiswa.us
www.asiaseed-institute.com/AFY
www.jakarta.daad.de/inhalt_i/index_i.htm
www.college-scholarship.com/100college.html
www.id.emb-japan.go.jp/top_id.html
www.nus.edu.sg
www.asianscholarship.org
[Tautan telah dihapus]
www.ntu.edu.sg/publicportal
www.gates.scholarship.cam.ac.uk/index.html
www.services.unimelb.edu.au/scholarship
www.adb.org/JPS/default.asp
www.beasiswa-ppihiro.tripod.com/index.html
www.physik.uni-hannover.de/contact/index.html.de
www.ubd.edu.bn
www.monashaward.org/home.asp
[Tautan telah dihapus]
www.ssrc.org/fellowships
www.watsonfellowship.org/site/index.html
www.udall.gov
Bangga dengan Indonesia
10 Oktober 2009
oleh Seseorang ber-NISN 9928054605/ ber-NPM 1006662004
Tamu itu kini sudah kembali. Kunjungannya membuatku makin mengerti akan makna sebuah semangat rasa cinta tanah air. Yah, mereka adalah pelajar-pelajar Macksville High School, Australia yang kemarin berkunjung ke sekolah kami dalam beberapa hari.
Kunjungannya membuatku tergertak sebagai bangsa Indonesia. Penyambutan yang ala kadarnya namun bernuansa Indonesia mampu membuat beberapa di antara mereka terharu, bahkan menangis. Lalu apa yang membuatku terpukau? Awalnya aku berpikir dalam benak, mereka akan berpakaian ala mereka dengan pakaian semi bugil khas bule. Namun, semuanya meleset. Satu diantara mereka ada yang memakai batik. Batik yang menurut sebagian orang Indonesia kampungan dan hanya cocok dipakai oleh kaum lansia, ternyata dikenakannya dengan bangga. Rasa malu pun menghinggap di benak. Sebenarnya siapa yang orang Indonesia? Mereka atau kita?
Kegiatan pun berlanjut pada sebuah aktivitas untuk mempererat tali kekeluargaan dalam tanding basket dan futsal. Begitu berbaurnya, seakan perbedaan tak melekat di antara mereka. Pertandingan antar dua negara yang sarat akan atmosfer keakraban. Hilang sudah ingatan akan konflik yang pernah bersitegang antara Indonesia-Australia beberapa waktu yang lalu.
Tak sampai di situ, kegiatan mereka dilanjutkan pada membatik, memasak, dan membuat kue keesokan harinya. Aku pun tak tahu banyak seputar kegiatan ini karena lebih bersifat tertutup.
Keesokan harinya, mereka diajak berplesir ke tempat-tempat menarik di Jakarta, seperti Ragunan, Monas, dan Kota Tua Jakarta. Semoga mereka tidak merasa risih akan kabut hitam pekat di atmosfer Jakarta akibat polusi dan lingkungan yang kurang sedap dipandang. Tapi, batin mereka siapa yang tahu. Mungkin saja mereka mempunyai pendapat dan penilaian masing-masing untuk Jakarta, ibukota tercinta.
Sampailah pada hari terakhir mereka di SMA N 1 Tangerang, ditutup dengan sebuah acara perpisahan yang menampilkan kebudayaan dari dua negara. Kebudayaan Indonesia diwakilkan oleh Voice dengan lagu-lagu daerah, tari Saman, dan Marawis. Mereka pun tak kalah untuk unjuk kebolehan dengan berdansa dan menyanyi yang aku pun tak tahu banyak seputar hal itu. Selanjutnya mereka mencoba untuk menari Poco-Poco khas Minahasa. Lucu dan menggelitik. Namun, ada satu diantara mereka yang membuatku kembali merasa malu dengan gerakannya begitu luwes dan gemulai khas Jaipongan dan gerakan patah-patah pinggulnya khas tari Bali. Kembali terlintas di pikiranku, apakah kita bisa segemulai itu dalam membawakan tari khas daerah kita?
Beruntung pula aku diberi kesempatan untuk dapat mewawancarai mereka guna kepentingan Jurnalistik Sekolah. Aku sedapat mungkin berusaha mewawancarainya dengan Bahasa Indonesia. Mereka pun berusaha menjawab dengan Bahasa Indonesia pula, walau akhirnya bilingual juga. Namun, aku mengapresiasi hal ini. Mengapresiasi karena ada seseorang dari mereka yang ingin berkata Bahasa Indonesia, namun sulit sekali dalam pengucapannya. Tak apalah menurutku, yang penting sudah berusaha.
Beberapa pertanyaan dilontarkan dan beragam jawaban pun keluar dari mulut mereka. Tak beragam jawabannya, saat ditanya pendapat mereka tentang Indonesia. Mereka mengemukakan hal senada tentang Indonesia bahwa Indonesia adalah negara yang indah dengan penduduknya yang ramah. Yah, tak ayal kalau jawaban itu yang terucap dari bibir mereka. Toh, dunia telah membuktikan akan keindahan dan keramahan negeri kita. Panorama alam dan senyum sapa Nusantara membuat siapa pun kerasan berlama-lama di sini dan selalu ingin kembali lagi. Kemudian tak lupa aku bertanya kepada mereka, apakah mereka berniat kembali atau tidak. Seakan dipandu mereka menjawab tentu saja. Mereka akan merindukan suasana keakraban dan kekeluargaan, walau beberapa kejadian sempat mencoreng hal ini akibat terorisme.
Makanan khas tak luput dari pertanyaan kami. Nah, untuk yang satu ini beragam jawabannya. Ada yang menyukai satai, mie goreng, nasi campur, cap cay (padahal kan ini asli negara Tiongkok-red), sampai ada yang bilang menyukai pizza (lebih kacau lagi, ini kan asli Italia-red). Tapi, sebenarnya aku merasa belum puas dengan jawaban mereka, belum ada jawaban yang menunjukkan makanan bersifat Indonesiana, kecuali satai. Kemana karedok, rujak cingur, gudeg, coto, pempek? Atau dawet, selendang mayang, bandrek? Mengapa bukan makanan atau minuman itu yang menjadi jawaban atas pertanyaan kami? Mengapa harus ada cap cay dan pizza yang notabene bukan makanan asli Indonesia?
Yang tak luput dari pertanyaanku adalah perihal alasan satu orang diantara mereka memakai batik. Dan jawabannya? Batik memiliki motif yang indah, dan ternyata dia cinta motif batik. Nah lho? Mengapa jadi orang lain yang lebih cinta kebudayaan kita ketimbang kita sendiri? Ada yang salah dengan kebudayaan kita sehingga kita enggan mencintainya? Apakah kita masih menganggap kebudayaan kita konvensional dan menganggap kebudayaan asing jauh lebih modern? Jauhkan pikiran itu! Toh, buktinya orang asing pun mencoba mempelajari budaya kita. Hal ini mengingatkanku pada situasi yang sempat memanas antara dwi-negara, Indonesia-Malaysia perihal pengklaiman budaya kita. Begitu banyak masyarakat Indonesia yang geram akan masalah ini, bahkan chauvinisme menjadi ujungnya. Tindakan sumpah serapah dan berbuntut anarkis menjadi reaksi atas tindakan tidak terpuji negara jiran tersebut. Lantas, apa hanya sampai sini saja? Percuma rasanya kalau hanya dijawab dengan emosi sesaat tanpa diikuti introspeksi diri kita. Sejauh mana kita mencintai budaya kita? Itulah pertanyaan yang pantas untuk diri kita yang tidak mampu menjaga warisan nenek moyang yang tak ternilai harganya.
Pertanyaan terakhir untuk mereka, adakah yang mengecewakan dari Indonesia. Tentu tidak, jawabnya dengan kompak. Indonesia adalah negeri yang ramah, ditambahkannya. Lagi-lagi keramahan menjadi pujian untuk ibu pertiwi. Pertanyaan itu pun menutup serangkaian kegiatan mereka di SMA N 1 Tangerang.
Kunjungan yang singkat, namun terbayar sudah dengan sebuah introspeksi diriku sebagai bagian dari Bangsa Indonesia. Negara yang kaya akan sumber daya, keanekaragaman, alam yang memanjakan mata, budaya yang tak akan habis-habis sampai keramahan yang menjadi daya tarik siapa pun untuk berkunjung. Yah, sebuah anugerah Sang Pencipta yang tak ternilai yang tiada bandingnya di dunia. Sudah sepatutnya kita menjaga dan melestarikannya agar semuanya masih menjadi bagian dari aset Nusantara sekarang, esok, dan selamanya.
Bangsa lain saja bangga dengan Indonesia. Tak ada alasan rasanya untuk tidak bangga dengan Indonesia, negeri tercinta kita. . .
ANDRE SUNANTA / ANDRANTA ANGGRYAWAN
XII PROGRAM ILMU SOSIAL
SMA N 1 TANGERANG
070810003
oleh Seseorang ber-NISN 9928054605/ ber-NPM 1006662004
Tamu itu kini sudah kembali. Kunjungannya membuatku makin mengerti akan makna sebuah semangat rasa cinta tanah air. Yah, mereka adalah pelajar-pelajar Macksville High School, Australia yang kemarin berkunjung ke sekolah kami dalam beberapa hari.
Kunjungannya membuatku tergertak sebagai bangsa Indonesia. Penyambutan yang ala kadarnya namun bernuansa Indonesia mampu membuat beberapa di antara mereka terharu, bahkan menangis. Lalu apa yang membuatku terpukau? Awalnya aku berpikir dalam benak, mereka akan berpakaian ala mereka dengan pakaian semi bugil khas bule. Namun, semuanya meleset. Satu diantara mereka ada yang memakai batik. Batik yang menurut sebagian orang Indonesia kampungan dan hanya cocok dipakai oleh kaum lansia, ternyata dikenakannya dengan bangga. Rasa malu pun menghinggap di benak. Sebenarnya siapa yang orang Indonesia? Mereka atau kita?
Kegiatan pun berlanjut pada sebuah aktivitas untuk mempererat tali kekeluargaan dalam tanding basket dan futsal. Begitu berbaurnya, seakan perbedaan tak melekat di antara mereka. Pertandingan antar dua negara yang sarat akan atmosfer keakraban. Hilang sudah ingatan akan konflik yang pernah bersitegang antara Indonesia-Australia beberapa waktu yang lalu.
Tak sampai di situ, kegiatan mereka dilanjutkan pada membatik, memasak, dan membuat kue keesokan harinya. Aku pun tak tahu banyak seputar kegiatan ini karena lebih bersifat tertutup.
Keesokan harinya, mereka diajak berplesir ke tempat-tempat menarik di Jakarta, seperti Ragunan, Monas, dan Kota Tua Jakarta. Semoga mereka tidak merasa risih akan kabut hitam pekat di atmosfer Jakarta akibat polusi dan lingkungan yang kurang sedap dipandang. Tapi, batin mereka siapa yang tahu. Mungkin saja mereka mempunyai pendapat dan penilaian masing-masing untuk Jakarta, ibukota tercinta.
Sampailah pada hari terakhir mereka di SMA N 1 Tangerang, ditutup dengan sebuah acara perpisahan yang menampilkan kebudayaan dari dua negara. Kebudayaan Indonesia diwakilkan oleh Voice dengan lagu-lagu daerah, tari Saman, dan Marawis. Mereka pun tak kalah untuk unjuk kebolehan dengan berdansa dan menyanyi yang aku pun tak tahu banyak seputar hal itu. Selanjutnya mereka mencoba untuk menari Poco-Poco khas Minahasa. Lucu dan menggelitik. Namun, ada satu diantara mereka yang membuatku kembali merasa malu dengan gerakannya begitu luwes dan gemulai khas Jaipongan dan gerakan patah-patah pinggulnya khas tari Bali. Kembali terlintas di pikiranku, apakah kita bisa segemulai itu dalam membawakan tari khas daerah kita?
Beruntung pula aku diberi kesempatan untuk dapat mewawancarai mereka guna kepentingan Jurnalistik Sekolah. Aku sedapat mungkin berusaha mewawancarainya dengan Bahasa Indonesia. Mereka pun berusaha menjawab dengan Bahasa Indonesia pula, walau akhirnya bilingual juga. Namun, aku mengapresiasi hal ini. Mengapresiasi karena ada seseorang dari mereka yang ingin berkata Bahasa Indonesia, namun sulit sekali dalam pengucapannya. Tak apalah menurutku, yang penting sudah berusaha.
Beberapa pertanyaan dilontarkan dan beragam jawaban pun keluar dari mulut mereka. Tak beragam jawabannya, saat ditanya pendapat mereka tentang Indonesia. Mereka mengemukakan hal senada tentang Indonesia bahwa Indonesia adalah negara yang indah dengan penduduknya yang ramah. Yah, tak ayal kalau jawaban itu yang terucap dari bibir mereka. Toh, dunia telah membuktikan akan keindahan dan keramahan negeri kita. Panorama alam dan senyum sapa Nusantara membuat siapa pun kerasan berlama-lama di sini dan selalu ingin kembali lagi. Kemudian tak lupa aku bertanya kepada mereka, apakah mereka berniat kembali atau tidak. Seakan dipandu mereka menjawab tentu saja. Mereka akan merindukan suasana keakraban dan kekeluargaan, walau beberapa kejadian sempat mencoreng hal ini akibat terorisme.
Makanan khas tak luput dari pertanyaan kami. Nah, untuk yang satu ini beragam jawabannya. Ada yang menyukai satai, mie goreng, nasi campur, cap cay (padahal kan ini asli negara Tiongkok-red), sampai ada yang bilang menyukai pizza (lebih kacau lagi, ini kan asli Italia-red). Tapi, sebenarnya aku merasa belum puas dengan jawaban mereka, belum ada jawaban yang menunjukkan makanan bersifat Indonesiana, kecuali satai. Kemana karedok, rujak cingur, gudeg, coto, pempek? Atau dawet, selendang mayang, bandrek? Mengapa bukan makanan atau minuman itu yang menjadi jawaban atas pertanyaan kami? Mengapa harus ada cap cay dan pizza yang notabene bukan makanan asli Indonesia?
Yang tak luput dari pertanyaanku adalah perihal alasan satu orang diantara mereka memakai batik. Dan jawabannya? Batik memiliki motif yang indah, dan ternyata dia cinta motif batik. Nah lho? Mengapa jadi orang lain yang lebih cinta kebudayaan kita ketimbang kita sendiri? Ada yang salah dengan kebudayaan kita sehingga kita enggan mencintainya? Apakah kita masih menganggap kebudayaan kita konvensional dan menganggap kebudayaan asing jauh lebih modern? Jauhkan pikiran itu! Toh, buktinya orang asing pun mencoba mempelajari budaya kita. Hal ini mengingatkanku pada situasi yang sempat memanas antara dwi-negara, Indonesia-Malaysia perihal pengklaiman budaya kita. Begitu banyak masyarakat Indonesia yang geram akan masalah ini, bahkan chauvinisme menjadi ujungnya. Tindakan sumpah serapah dan berbuntut anarkis menjadi reaksi atas tindakan tidak terpuji negara jiran tersebut. Lantas, apa hanya sampai sini saja? Percuma rasanya kalau hanya dijawab dengan emosi sesaat tanpa diikuti introspeksi diri kita. Sejauh mana kita mencintai budaya kita? Itulah pertanyaan yang pantas untuk diri kita yang tidak mampu menjaga warisan nenek moyang yang tak ternilai harganya.
Pertanyaan terakhir untuk mereka, adakah yang mengecewakan dari Indonesia. Tentu tidak, jawabnya dengan kompak. Indonesia adalah negeri yang ramah, ditambahkannya. Lagi-lagi keramahan menjadi pujian untuk ibu pertiwi. Pertanyaan itu pun menutup serangkaian kegiatan mereka di SMA N 1 Tangerang.
Kunjungan yang singkat, namun terbayar sudah dengan sebuah introspeksi diriku sebagai bagian dari Bangsa Indonesia. Negara yang kaya akan sumber daya, keanekaragaman, alam yang memanjakan mata, budaya yang tak akan habis-habis sampai keramahan yang menjadi daya tarik siapa pun untuk berkunjung. Yah, sebuah anugerah Sang Pencipta yang tak ternilai yang tiada bandingnya di dunia. Sudah sepatutnya kita menjaga dan melestarikannya agar semuanya masih menjadi bagian dari aset Nusantara sekarang, esok, dan selamanya.
Bangsa lain saja bangga dengan Indonesia. Tak ada alasan rasanya untuk tidak bangga dengan Indonesia, negeri tercinta kita. . .
ANDRE SUNANTA / ANDRANTA ANGGRYAWAN
XII PROGRAM ILMU SOSIAL
SMA N 1 TANGERANG
070810003
Gempa Bumi Indonesia
16 Oktober 2009
oleh Seseorang ber-Nomor Induk Siswa Nasional 9928054605
Gempa adalah sentakan asli pada kerak bumi sebagai gejala pengiring dari aktivitas tektonisme, vulkanisme, maupun runtuhan bagian bumi secara lokal. Pada waktu gempa itu terjadi, bumi bergetar dan tempat kita berada mengalami guncangan, baik ke samping maupun ke atas.
Gempa bumi yang bersumber di bawah laut dapat menimbulkan gelombang laut tinggi, yang disebut tsunami. Jika bagian dasar laut naik atau turun secara mendadak, air di atasnya mengalami guncangan yang berupa gelombang-gelombang yang dipancarkan ke seluruh arah. Kecepatan gelombang ini bergantung pada dalamnya dasar laut dan gaya gravitasi Bumi.
Indonesia merupakan daerah gempa yang dipengaruhi oleh tiga buah lempengan yang saling bertemu. Lempeng Eurasia bergerak ke arah selatan-tenggara dan Lempeng Samudera Indonesia-Australia bergerak ke arah utara. Dua lempeng ini bertemu di parit (palung) luar Pantai Barat Sumatera, Pantai Selatan Jawa, dan Nusa Tenggara. Mulai dari parit itu, Lempeng Samudera Indonesia-Australia merambat terus ke utara di bawah Lempeng Eurasia. Bidang pergeseran antara dua lempeng yang miring tersebut merambat jauh ke utara hingga di bawah Laut Jawa yang dangkal. Bidang pergeseran yang miring itu disebut daerah Seismik Benioff. Lempengan Pasifik yang bergerak ke arah barat menimbulkan aktivitas gempa di daerah Minahasa, Maluku, dan Irian Jaya (Papua) bagian utara.
Dengan adanya daerah Benioff di bawah Pulau Jawa, pada umumnya gempa dangkal terjadi di daerah sekitar parit luar Pantai Selatan Jawa. Gempa menengah terdapat sepanjang Pulau Jawa, khususnya sepanjang Jawa bagian Selatan, sedangkan gempa dalam terdapat di Laut Jawa (dalamnya mencapai 641 km).
Di Indonesia aktivitas tektonik banyak sekali. Oleh karena itu, Indonesia merupakan daerah kaya gempa bumi. Jika suatu patahan diketahui aktif, maka di daerah sekitar patahan tadi akan banyak dirasakan gempa bumi. Patahan-patahan aktif yang ada di Indonesia antara lain patahan barisan besar di Sumatera, patahan-patahan kecil di Jawa bagian Selatan, di Nusa Tenggara dan di Maluku. Selanjutnya, patahan Palu dan Gorontalo di Sulawesi, patahan Sorong di Irian Jaya (Papua) bagian utara, dan patahan di Laut Maluku ke arah Filipina.
Sebagian besar dari gempa bumi di Indonesia bersumber di laut dan disebut gempa bumi laut yang dapat menimbulkan tsunami. Hanya sebagian dari gempa di Indonesia bersumber dari daratan yang disebut gempa bumi darat. Gempa bumi Padang Panjang (1926) adalah salah satu gempa bumi darat yang besar. Gempa tersebut tercatat oleh seismograf di Jakarta, bahkan oleh stasiun seismik seluruh dunia.
Gempa bumi Padang Panjang di Sumatera Barat terjadi pada 28 Juni 1926. Gempa ini kali pertama mengguncang sekitar pukul 10.23 WIB yang bersumber pada letak lintang 0,7 LS dan 100,6 BT. Gempa pertama ini dirasakan hingga Pulau Enggano, Singapura, dan Sibolga, kurang lebih pada jarak 560 km. Akibat yang ditimbulkannya adalah kerusakan hebat di daerah Payakumbuh, Bukittinggi, Padang, dan Solok. Gempa susulan pertama menimbulkan kerusakan di Padang Panjang dan daerah sekitarnya. Sekitar 393 rumah mengalami kerusakan berat, tanah retak hebat, dan rel kereta api bengkok.
Gempa hebat lainnya adalah peristiwa meletusnya Gunung Krakatau tahun 1883. Gunung Krakatau terletak di titik silang antara dua retakan, yaitu patahan di permukaan bumi. Retakan pertama memanjang dari Sumatera ke Jawa. Retakan kedua tegak lurus pada retakao tersebut. Sepanjang retakan kedua timbul Gunung Rajabasa di Sumatera, Pulau Sebeku, Pulau Sebesi, Gunung Krakatau, Pulau Panaitan, dan Gunung Payung di Jawa. Pada tahun 1883 di tempatnya Gunung Krakatau terdapat dua pulau kecil, yaitu Pulau Rakata Kecil dan Pulau Sertung. Gunung api memulai kegiatannya pada 20 Mei 1883 dan pada tanggal 26-28 Agustus mencapai kegiatan yang tertinggi dan kemudian meletus.
Selama tanggal 26-28 Agustus, proses letusan berlangsung dengan hebat hingga jendela-jendela kaca di Kota Jakarta dan lampu gantung di Kota Bogor banyak yang pecah. Abu yang halus dapat mencapai ketinggian 50 km. Udara penuh abu halus hingga langit tampak kemerah-merahan seperti pada sore hari. Baru pada 1886, udara tampak normal kembali. Akibat letusan dan pemerosotan, timbul sebuah kaldera, yaitu sebuah kawah dengan jari-jari sepanjang 7 km dengan kedalaman 250 meter.
ANDRE SUNANTA / ANDRANTA ANGGRYAWAN - 070810003
Tulisan bersumber pada pengetahuan geografi yang gw miliki dan buku geografi SMA.
oleh Seseorang ber-Nomor Induk Siswa Nasional 9928054605
Gempa adalah sentakan asli pada kerak bumi sebagai gejala pengiring dari aktivitas tektonisme, vulkanisme, maupun runtuhan bagian bumi secara lokal. Pada waktu gempa itu terjadi, bumi bergetar dan tempat kita berada mengalami guncangan, baik ke samping maupun ke atas.
Gempa bumi yang bersumber di bawah laut dapat menimbulkan gelombang laut tinggi, yang disebut tsunami. Jika bagian dasar laut naik atau turun secara mendadak, air di atasnya mengalami guncangan yang berupa gelombang-gelombang yang dipancarkan ke seluruh arah. Kecepatan gelombang ini bergantung pada dalamnya dasar laut dan gaya gravitasi Bumi.
Indonesia merupakan daerah gempa yang dipengaruhi oleh tiga buah lempengan yang saling bertemu. Lempeng Eurasia bergerak ke arah selatan-tenggara dan Lempeng Samudera Indonesia-Australia bergerak ke arah utara. Dua lempeng ini bertemu di parit (palung) luar Pantai Barat Sumatera, Pantai Selatan Jawa, dan Nusa Tenggara. Mulai dari parit itu, Lempeng Samudera Indonesia-Australia merambat terus ke utara di bawah Lempeng Eurasia. Bidang pergeseran antara dua lempeng yang miring tersebut merambat jauh ke utara hingga di bawah Laut Jawa yang dangkal. Bidang pergeseran yang miring itu disebut daerah Seismik Benioff. Lempengan Pasifik yang bergerak ke arah barat menimbulkan aktivitas gempa di daerah Minahasa, Maluku, dan Irian Jaya (Papua) bagian utara.
Dengan adanya daerah Benioff di bawah Pulau Jawa, pada umumnya gempa dangkal terjadi di daerah sekitar parit luar Pantai Selatan Jawa. Gempa menengah terdapat sepanjang Pulau Jawa, khususnya sepanjang Jawa bagian Selatan, sedangkan gempa dalam terdapat di Laut Jawa (dalamnya mencapai 641 km).
Di Indonesia aktivitas tektonik banyak sekali. Oleh karena itu, Indonesia merupakan daerah kaya gempa bumi. Jika suatu patahan diketahui aktif, maka di daerah sekitar patahan tadi akan banyak dirasakan gempa bumi. Patahan-patahan aktif yang ada di Indonesia antara lain patahan barisan besar di Sumatera, patahan-patahan kecil di Jawa bagian Selatan, di Nusa Tenggara dan di Maluku. Selanjutnya, patahan Palu dan Gorontalo di Sulawesi, patahan Sorong di Irian Jaya (Papua) bagian utara, dan patahan di Laut Maluku ke arah Filipina.
Sebagian besar dari gempa bumi di Indonesia bersumber di laut dan disebut gempa bumi laut yang dapat menimbulkan tsunami. Hanya sebagian dari gempa di Indonesia bersumber dari daratan yang disebut gempa bumi darat. Gempa bumi Padang Panjang (1926) adalah salah satu gempa bumi darat yang besar. Gempa tersebut tercatat oleh seismograf di Jakarta, bahkan oleh stasiun seismik seluruh dunia.
Gempa bumi Padang Panjang di Sumatera Barat terjadi pada 28 Juni 1926. Gempa ini kali pertama mengguncang sekitar pukul 10.23 WIB yang bersumber pada letak lintang 0,7 LS dan 100,6 BT. Gempa pertama ini dirasakan hingga Pulau Enggano, Singapura, dan Sibolga, kurang lebih pada jarak 560 km. Akibat yang ditimbulkannya adalah kerusakan hebat di daerah Payakumbuh, Bukittinggi, Padang, dan Solok. Gempa susulan pertama menimbulkan kerusakan di Padang Panjang dan daerah sekitarnya. Sekitar 393 rumah mengalami kerusakan berat, tanah retak hebat, dan rel kereta api bengkok.
Gempa hebat lainnya adalah peristiwa meletusnya Gunung Krakatau tahun 1883. Gunung Krakatau terletak di titik silang antara dua retakan, yaitu patahan di permukaan bumi. Retakan pertama memanjang dari Sumatera ke Jawa. Retakan kedua tegak lurus pada retakao tersebut. Sepanjang retakan kedua timbul Gunung Rajabasa di Sumatera, Pulau Sebeku, Pulau Sebesi, Gunung Krakatau, Pulau Panaitan, dan Gunung Payung di Jawa. Pada tahun 1883 di tempatnya Gunung Krakatau terdapat dua pulau kecil, yaitu Pulau Rakata Kecil dan Pulau Sertung. Gunung api memulai kegiatannya pada 20 Mei 1883 dan pada tanggal 26-28 Agustus mencapai kegiatan yang tertinggi dan kemudian meletus.
Selama tanggal 26-28 Agustus, proses letusan berlangsung dengan hebat hingga jendela-jendela kaca di Kota Jakarta dan lampu gantung di Kota Bogor banyak yang pecah. Abu yang halus dapat mencapai ketinggian 50 km. Udara penuh abu halus hingga langit tampak kemerah-merahan seperti pada sore hari. Baru pada 1886, udara tampak normal kembali. Akibat letusan dan pemerosotan, timbul sebuah kaldera, yaitu sebuah kawah dengan jari-jari sepanjang 7 km dengan kedalaman 250 meter.
ANDRE SUNANTA / ANDRANTA ANGGRYAWAN - 070810003
Tulisan bersumber pada pengetahuan geografi yang gw miliki dan buku geografi SMA.
Sekolah Internasional Jangan Sampai Merenggut Nasionalisme
Oleh siswa ber-NISN 9928054605 / mahasiswa ber-NPM 1006662004
Obrolan singkat, namun berisi. Berbicara ngalor ngidul bersama seorang ibu yang menyekolahkan anaknya di sebuah sekolah internasional di wilayah Tangerang. Demi mutu, tandasnya. Hmm, masuk akal sih. Mengingat sejuta fasilitas modern yang menunjangnya kurasa menjadi nilai tambah dalam pembelajaran.
Masalah biaya bukan masalah besar, yang penting si anak mendapat pendidikan yang berkelas. Di satu sisi, prinsip yang OK juga. Menginvestasikan harta pada pendidikan anak tak akan pernah rugi. Berjuta-juta rupiah mengalir ke kantong sekolah tiap bulannya. Bandingkan dengan SPP-ku sebagai pelajar SMA Negeri yang hanya Rp 185 ribu! Hufh. .
Si anak pun kupanggil. Memang kentara perbedaannya. Bahasa Inggris? Jangan ditanya! Empat aspek berbahasa dikuasainya. Bahkan sang ibu bercerita, si anak yang masih SD mampu mengarang hanya beberapa menit dalam bahasa Inggris. Gila! Fantastis! Mulailah diriku bercermin! Membuat tugas bahasa Inggris-ku saja (spoof, narrative, exposition, dsb) butuh waktu yang lama. Salut! Maklum lah, sebagian gurunya orang asing. Wajar lah!
Bahasa asing kedua adalah Bahasa Mandarin. Huaaa, guratan demi guratan huruf pin yin dengan lihai ia tunjukkan padaku. Aku makin tak mengerti apa yang ditulisnya! Sudah cukup, katakana dan hiragana dalam pelajaran Bahasa Jepang-ku saja aku kini masih buta!
Masih banyak lagi keterampilan lainnya yang diajarkan di sekolahnya. Balet, piano, renang, aritmatika, sains, dsb menjadi bagian dari kurikulum. Hebat juga ya!
Aku mencoba memberikan test kecil-kecilan. "Bunyi sila ketiga Pancasila apa?", tanyaku. Dia hanya bisa geleng-geleng kepala menandakan tidak tahu. Baiklah, pertanyaan kuganti, "Dasar negara kita apa?" Gelengan kepala lagi yang kudapat. Kucoba dengan cara lain, "Satu nusa, satu bangsa, satu bahasa kita. Tanah air pasti jaya untuk selama-lamanya. ." Si anak pun tak dapat mengikuti lantunan nyanyian tersebut. Dalam hatiku berteriak, "WOI, HATI LO MERAH PUTIH, BUKAN SIH?"
Huh, terserah deh. Kurikulum internasional yang menjadi acuan untuk proses pembelajaran di sekolah internasional pun seyogyanya disesuaikan dengan kurikulum nasional. Agar PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN, SEJARAH, dan SENI BUDAYA dapat mendarah daging dalam diri anak. Miris melihat anak yang dengan lantang berbahasa asing, namun tak mengerti sama sekali apa itu Indonesia. Penanaman nilai-nilai Indonesia sudah selayaknya digencarkan kembali melalui bidang studi khusus, seperti PMP atau PSPB pada kurikulum 1987 agar kita tak lupa pada jati diri kita sebagai bangsa Indonesia. Tugas kita bersama agar generasi penerus tak kian tergerus oleh westernisasi.
Obrolan singkat, namun berisi. Berbicara ngalor ngidul bersama seorang ibu yang menyekolahkan anaknya di sebuah sekolah internasional di wilayah Tangerang. Demi mutu, tandasnya. Hmm, masuk akal sih. Mengingat sejuta fasilitas modern yang menunjangnya kurasa menjadi nilai tambah dalam pembelajaran.
Masalah biaya bukan masalah besar, yang penting si anak mendapat pendidikan yang berkelas. Di satu sisi, prinsip yang OK juga. Menginvestasikan harta pada pendidikan anak tak akan pernah rugi. Berjuta-juta rupiah mengalir ke kantong sekolah tiap bulannya. Bandingkan dengan SPP-ku sebagai pelajar SMA Negeri yang hanya Rp 185 ribu! Hufh. .
Si anak pun kupanggil. Memang kentara perbedaannya. Bahasa Inggris? Jangan ditanya! Empat aspek berbahasa dikuasainya. Bahkan sang ibu bercerita, si anak yang masih SD mampu mengarang hanya beberapa menit dalam bahasa Inggris. Gila! Fantastis! Mulailah diriku bercermin! Membuat tugas bahasa Inggris-ku saja (spoof, narrative, exposition, dsb) butuh waktu yang lama. Salut! Maklum lah, sebagian gurunya orang asing. Wajar lah!
Bahasa asing kedua adalah Bahasa Mandarin. Huaaa, guratan demi guratan huruf pin yin dengan lihai ia tunjukkan padaku. Aku makin tak mengerti apa yang ditulisnya! Sudah cukup, katakana dan hiragana dalam pelajaran Bahasa Jepang-ku saja aku kini masih buta!
Masih banyak lagi keterampilan lainnya yang diajarkan di sekolahnya. Balet, piano, renang, aritmatika, sains, dsb menjadi bagian dari kurikulum. Hebat juga ya!
Aku mencoba memberikan test kecil-kecilan. "Bunyi sila ketiga Pancasila apa?", tanyaku. Dia hanya bisa geleng-geleng kepala menandakan tidak tahu. Baiklah, pertanyaan kuganti, "Dasar negara kita apa?" Gelengan kepala lagi yang kudapat. Kucoba dengan cara lain, "Satu nusa, satu bangsa, satu bahasa kita. Tanah air pasti jaya untuk selama-lamanya. ." Si anak pun tak dapat mengikuti lantunan nyanyian tersebut. Dalam hatiku berteriak, "WOI, HATI LO MERAH PUTIH, BUKAN SIH?"
Huh, terserah deh. Kurikulum internasional yang menjadi acuan untuk proses pembelajaran di sekolah internasional pun seyogyanya disesuaikan dengan kurikulum nasional. Agar PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN, SEJARAH, dan SENI BUDAYA dapat mendarah daging dalam diri anak. Miris melihat anak yang dengan lantang berbahasa asing, namun tak mengerti sama sekali apa itu Indonesia. Penanaman nilai-nilai Indonesia sudah selayaknya digencarkan kembali melalui bidang studi khusus, seperti PMP atau PSPB pada kurikulum 1987 agar kita tak lupa pada jati diri kita sebagai bangsa Indonesia. Tugas kita bersama agar generasi penerus tak kian tergerus oleh westernisasi.
DAFTAR MATA KULIAH FAKULTAS EKONOMI DEPARTEMEN ILMU EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA
Administrasi Pembangunan
Akuntansi Biaya
Akuntansi Keuangan 1
Akuntansi Manajemen
Akuntansi Pemerintah
Akuntansi Sektor Publik
Akuntansi Syariah
Analisis dan Teknik Demografi
Analisis Kebijakan Publik
Analisis Laporan Keuangan
Analisis Proyek Publik
Analisis Sekuritas
Bisnis Global
Bisnis Internasional
Bisnis Ritel
Ekonometrika 1
Ekonometrika 2
Ekonomi Industri
Ekonomi Industri Lanjutan
Ekonomi Internasional
Ekonomi Internasional Lanjutan
Ekonomi Kemiskinan
Ekonomi Kependudukan
Ekonomi Keuangan Internasional
Ekonomi Keuangan Negara
Ekonomi Lingkungan
Ekonomi Moneter
Ekonomi Moneter Islam
Ekonomi Moneter Lanjutan
Ekonomi Pembangunan
Ekonomi Perkotaan
Ekonomi Pertanian
Ekonomi Politik
Ekonomi Regional
Ekonomi SDM dan Ketenagakerjaan
Ekonomi Sektor Publik
Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Ekonomi Syariah
Kebanksentralan
Keuangan Internasional
Kewirausahaan
Komunikasi Bisnis
Koperasi
Lab Bahasa Inggris
Magang
Makroekonomi 1
Makroekonomi 2
Manajemen
Manajemen Keuangan
Manajemen Keuangan Syariah
Manajemen Operasi
Manajemen Pemasaran
Manajemen Perbankan Syariah
Manajemen Portofolio
Manajemen Produk dan Harga
Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Treasuri
Matematika Ekonomi dan Bisnis
Matematika Ekonomi Lanjutan
Metode Penelitian
Metode Riset Bisnis
Mikroekonomi 1
Mikroekonomi 2
Model Ekonomi
MPK Agama Budha
MPK Agama Hindu
MPK Agama Islam
MPK Agama Kristen Katolik
MPK Agama Kristen Protestan
MPK Bahasa Inggris
MPK Seni/Olah Raga
MPK Terintegrasi
Pasar dan Lembaga Keuangan Syariah
Pasar Modal Indonesia
Pemasaran Hubungan Masyarakat
Pemasaran Internasional
Pengantar Akuntansi 1
Pengantar Akuntansi 2
Pengantar Bisnis
Pengantar Ekonomi 1
Pengantar Ekonomi 2
Pengantar Hukum Bisnis
Pengelolaan Risiko Usaha
Perekonomian Indonesia
Perilaku Konsumen
Perpajakan 1
Praktikum Riset Keuangan
Sejarah Kelembagaan dan Pemikiran Ekonomi
Seminar Ekonomi Industri
Seminar Ekonomi Internasional
Seminar Ekonomi Moneter
Seminar Ekonomi Publik
Seminar Ekonomi Regional
Seminar Ekonomi SDA dan Lingkungan
Seminar Ekonomi SDM dan Ketenagakerjaan
Sistem Ekonomi
Sistem Informasi Manajemen
Skripsi
Statistika 1
Statistika 2
Statistika Ekonomi dan Bisnis
Studi Mandiri
Tata Kelola Perusahaan
Ujian Akhir Sarjana Ekonomi
Akuntansi Biaya
Akuntansi Keuangan 1
Akuntansi Manajemen
Akuntansi Pemerintah
Akuntansi Sektor Publik
Akuntansi Syariah
Analisis dan Teknik Demografi
Analisis Kebijakan Publik
Analisis Laporan Keuangan
Analisis Proyek Publik
Analisis Sekuritas
Bisnis Global
Bisnis Internasional
Bisnis Ritel
Ekonometrika 1
Ekonometrika 2
Ekonomi Industri
Ekonomi Industri Lanjutan
Ekonomi Internasional
Ekonomi Internasional Lanjutan
Ekonomi Kemiskinan
Ekonomi Kependudukan
Ekonomi Keuangan Internasional
Ekonomi Keuangan Negara
Ekonomi Lingkungan
Ekonomi Moneter
Ekonomi Moneter Islam
Ekonomi Moneter Lanjutan
Ekonomi Pembangunan
Ekonomi Perkotaan
Ekonomi Pertanian
Ekonomi Politik
Ekonomi Regional
Ekonomi SDM dan Ketenagakerjaan
Ekonomi Sektor Publik
Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Ekonomi Syariah
Kebanksentralan
Keuangan Internasional
Kewirausahaan
Komunikasi Bisnis
Koperasi
Lab Bahasa Inggris
Magang
Makroekonomi 1
Makroekonomi 2
Manajemen
Manajemen Keuangan
Manajemen Keuangan Syariah
Manajemen Operasi
Manajemen Pemasaran
Manajemen Perbankan Syariah
Manajemen Portofolio
Manajemen Produk dan Harga
Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Treasuri
Matematika Ekonomi dan Bisnis
Matematika Ekonomi Lanjutan
Metode Penelitian
Metode Riset Bisnis
Mikroekonomi 1
Mikroekonomi 2
Model Ekonomi
MPK Agama Budha
MPK Agama Hindu
MPK Agama Islam
MPK Agama Kristen Katolik
MPK Agama Kristen Protestan
MPK Bahasa Inggris
MPK Seni/Olah Raga
MPK Terintegrasi
Pasar dan Lembaga Keuangan Syariah
Pasar Modal Indonesia
Pemasaran Hubungan Masyarakat
Pemasaran Internasional
Pengantar Akuntansi 1
Pengantar Akuntansi 2
Pengantar Bisnis
Pengantar Ekonomi 1
Pengantar Ekonomi 2
Pengantar Hukum Bisnis
Pengelolaan Risiko Usaha
Perekonomian Indonesia
Perilaku Konsumen
Perpajakan 1
Praktikum Riset Keuangan
Sejarah Kelembagaan dan Pemikiran Ekonomi
Seminar Ekonomi Industri
Seminar Ekonomi Internasional
Seminar Ekonomi Moneter
Seminar Ekonomi Publik
Seminar Ekonomi Regional
Seminar Ekonomi SDA dan Lingkungan
Seminar Ekonomi SDM dan Ketenagakerjaan
Sistem Ekonomi
Sistem Informasi Manajemen
Skripsi
Statistika 1
Statistika 2
Statistika Ekonomi dan Bisnis
Studi Mandiri
Tata Kelola Perusahaan
Ujian Akhir Sarjana Ekonomi
Langganan:
Postingan (Atom)